KONSEP MESJID DIZAMAN
RASULULLAH
DI TULIS UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH MANAGEMEN MESJID
Dosen Pembimbing :
Ust.Dr.Misbahul Anam, M.Pd.I
DI SUSUN OLEH :
AZRIN
SMESTER :
VA
SEKOLAH
TINGGI ILMU DAKWAH MOHAMMAD NATSIR
JURUSAN
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
T.A
2017/2018
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang konsep mesjid dizaman
Rasulullah.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang konsep mesjid dizaman Rasulullah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Bekasi, 18 MarDesember 2017
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang konsep mesjid dizaman Rasulullah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Bekasi, 18 MarDesember 2017
Penyusun
PEMBAHASAN
A.GAMBARAN
UMUM MESJID DIZAMAN RASULULLAH SAW.
1.KONSEP UTAMA DALAM PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN
Keseimbangan hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan alam, rahmat bagi selain alam.
Konsep
ini benar-bnera di aplikasi kan Rasulullah Saw. Di dalam mesjid Nabawi karena
ketiga hal tersebut merupaka ajaran islam, yakni bagaimana setiap muslim bisa
menyeimbangkan antara ibadah kepada Allah dengan urusan muamalah dengan sesama
manusia sehingga menjadi rahmatalil alamin.[1]
2.KONSEP ARSITEKTUR
Arsitektur
merupakan seni paling awal yang selalu menjadi representasi utama seni sebuah
bangunan. Seni arsitektur yang nilainya lebih tinggi dari bangunan biasa dapat
dilihat pada tempat ibadah. Dalam Islam, seni arsitektur menemukan ekspresinya
yang tertinggi ketika ia diaplikasikan dalam arsitektur masjid.
Masjid, selain sebagai bangunan sentral dalam Islam untuk beribadah, juga berperan sebagai sebuah ruang pertemuan besar, forum politik, serta ruang pendidikan. Kebutuhan untuk shalat berjamaah secara fisik telah terpenuhi dengan tersedianya masjid lengkap dengan tempat beribadah dan berandanya yang beratap, tempat wudhu, mimbar, dan mihrab. Sedangkan, kebutuhan politis terpenuhi dengan adanya gambar dan hiasan yang indah.
Arsitektur masjid menjadi refleksi hubungan antar ras dan hubungan internasional dalam sejarah perkembangan peradaban Islam ketika itu. Dapat dikatakan, arsitektur masjid merupakan contoh yang jelas untuk melukiskan perpaduan budaya antara Islam dan daerah sekitar tempat masjid itu berdiri. Selain dipengaruhi oleh budaya daerah setempat, seni arsitektur masjid juga dipengaruhi oleh bahan baku yang tersedia saat itu di wilayah tersebut, yaitu batu, batu bata, ataupun tanah liat.
Phillip K Hitty dalam bukunya, His tory of the Arabs, mengatakan, Masjid Nabawi di Madinah merupakan prototipe umum arsitektur mas jid-masjid besar pada abad pertama Islam. Arsitektur masjid ini se derhana, hanya terdiri dari pelataran terbuka yang dikelilingi oleh dindingdinding yang terbuat dari tanah liat yang dikeringkan. Untuk menghalangi sinar matahari, ditambahkan atap untuk menutup seluruh ruang yang terbuka. Atap tersebut terbuat dari batang pohon kurma yang juga dimanfaatkan sebagai tiang pe nyangga.
Tak hanya itu, batang kurma juga diletakkan di atas tanah yang kemudian digunakan Nabi Muhammad sebagai mimbar. Pada awalnya, mimbar merupakan tempat duduk yang ditinggikan atau singgasana yang digunakan oleh penguasa dan tidak terkait dengan peribadatan. Namun, dalam perkembangan arsitektur Is lam, khususnya masjid, mimbar dijadikan sebagai tempat untuk me nyampaikan khutbah dan hal ter sebut dimulai dari Masjid Nabawi.
Tidak lama menggunakan batang pohon kurma, Nabi Muhammad kemudian mengganti mimbar dengan sebuah podium dari kayu cedar bertangga tiga. Dari bangunan Masjid Nabawi yang sederhana, gambaran umum arsitektur sebuah masjid terdiri dari tiga hal, yaitu beranda atau pelataran, atap, dan mimbar.[2]
Masjid, selain sebagai bangunan sentral dalam Islam untuk beribadah, juga berperan sebagai sebuah ruang pertemuan besar, forum politik, serta ruang pendidikan. Kebutuhan untuk shalat berjamaah secara fisik telah terpenuhi dengan tersedianya masjid lengkap dengan tempat beribadah dan berandanya yang beratap, tempat wudhu, mimbar, dan mihrab. Sedangkan, kebutuhan politis terpenuhi dengan adanya gambar dan hiasan yang indah.
Arsitektur masjid menjadi refleksi hubungan antar ras dan hubungan internasional dalam sejarah perkembangan peradaban Islam ketika itu. Dapat dikatakan, arsitektur masjid merupakan contoh yang jelas untuk melukiskan perpaduan budaya antara Islam dan daerah sekitar tempat masjid itu berdiri. Selain dipengaruhi oleh budaya daerah setempat, seni arsitektur masjid juga dipengaruhi oleh bahan baku yang tersedia saat itu di wilayah tersebut, yaitu batu, batu bata, ataupun tanah liat.
Phillip K Hitty dalam bukunya, His tory of the Arabs, mengatakan, Masjid Nabawi di Madinah merupakan prototipe umum arsitektur mas jid-masjid besar pada abad pertama Islam. Arsitektur masjid ini se derhana, hanya terdiri dari pelataran terbuka yang dikelilingi oleh dindingdinding yang terbuat dari tanah liat yang dikeringkan. Untuk menghalangi sinar matahari, ditambahkan atap untuk menutup seluruh ruang yang terbuka. Atap tersebut terbuat dari batang pohon kurma yang juga dimanfaatkan sebagai tiang pe nyangga.
Tak hanya itu, batang kurma juga diletakkan di atas tanah yang kemudian digunakan Nabi Muhammad sebagai mimbar. Pada awalnya, mimbar merupakan tempat duduk yang ditinggikan atau singgasana yang digunakan oleh penguasa dan tidak terkait dengan peribadatan. Namun, dalam perkembangan arsitektur Is lam, khususnya masjid, mimbar dijadikan sebagai tempat untuk me nyampaikan khutbah dan hal ter sebut dimulai dari Masjid Nabawi.
Tidak lama menggunakan batang pohon kurma, Nabi Muhammad kemudian mengganti mimbar dengan sebuah podium dari kayu cedar bertangga tiga. Dari bangunan Masjid Nabawi yang sederhana, gambaran umum arsitektur sebuah masjid terdiri dari tiga hal, yaitu beranda atau pelataran, atap, dan mimbar.[2]
2.KONSEP TATA RUANG
Adapun konsep tata
ruang yang di ambil adalah konsep dari tata ruang mesjid nabawi.
1.Mesjid
Nabawi memiliki desain zonasi ruang yang fleksibel. Felesibelitas ini merupakan
bentuk adaptasi dari bnyaknya aktivitas ibadah dan muamalah yang dilakukan
dalam mesjid yang memiliki sembilan zona
: Zona publik, Mihrab, Ahlussufah, jamaah wanita, Ja,aah pria, Itikaf Nabi
Saw. itikaf istri – istri Nabi saw.,
Zona perawatan korban perang, Zona tenda
Tamu.
2.Mesjid
nabawi memiliki bentuk adaptasi yang baik terhadap kondisi alam dan kebiasaan
kaum muslimin madinah. Beberapa di antaranya kebiasaan meludah di dalam mesjid
dan bahkan arab badui yang kencing didalam mesjid, bentuk adaptasi adalah
dengan membiarkan lantai aslinya berbentuk tanah karean bersifat suci mensucikan sehingga dapat mensucikan kotoran dan dapat
bertayamum.
3.Pemilahan
Jalur sirkulasi jamaah pria dan wanita.
4.
Dibangun dengan tiga konsep kesederhanaan yaitu kesederhanaan material, bentuk,
dan tata ruang.
5.Pembangunan
bedasarkan kebutuhan masyarakat pada waktu itu. Yang memiliki enam tahapan :
a.Menetapkan
sutrah
b.Membangun
dinding
c.Membangun
Rumah Nabi Saw.
d.memberi
atap area ahlussuffah.
e.memberi
atap area shalat
3.KONSEP FUNGSIONAL
MESJID
Masjid pertama yang dibangun oleh
Rasulullah Saw. adalah Masjid Quba', kemudian disusul dengan Masjid Nabawi di
Madinah. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang masjid yang dijuluki
Allah sebagai masjid yang dibangun atas dasar takwa (QS Al-Tawbah [9]: 108),
yang jelas bahwa keduanya--Masjid Quba dan Masjid Nabawi-- dibangun atas dasar
ketakwaan, dan setiap masjid seharusnya memiliki landasan dan fungsi seperti itu. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah Saw meruntuhkan bangunan kaum munafik yang juga mereka sebut masjid, dan menjadikan lokasi itu tempat pembuangan samph dan bangkai binatang, karena di bangunan tersebut tidak dijalankan fungsi masjid yang sebenarnya, yakni ketakwaan. Al-Quran melukiskan bangunan kaum munafik itu sebagai berikut.
ketakwaan, dan setiap masjid seharusnya memiliki landasan dan fungsi seperti itu. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah Saw meruntuhkan bangunan kaum munafik yang juga mereka sebut masjid, dan menjadikan lokasi itu tempat pembuangan samph dan bangkai binatang, karena di bangunan tersebut tidak dijalankan fungsi masjid yang sebenarnya, yakni ketakwaan. Al-Quran melukiskan bangunan kaum munafik itu sebagai berikut.
”Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang Mukmin) dan karena
kekafiran-(nya), dan untuk memecah belah antara orang-orang Mukmin, serta menunggu/mengamat-amati kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu ”
(QS
Al-Tawbah [9]: 107).
Masjid Nabawi di Madinah telah menjabarkan fungsinya sehingga
lahir peranan masjid yang beraneka ragam. Sejarah mencatat
tidak kurang dari sepuluh peranan yang telah diemban oleh
Masjid Nabawi, yaitu sebagai:
1. Tempat ibadah (shalat, zikir).
2. Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya).
3. Tempat pendidikan.
4. Tempat santunan sosial.
5. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya.
6. Tempat pengobatan para korban perang.
7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
8. Aula dan tempat menerima tamu.
9. Tempat menawan tahanan, dan
10. Pusat penerangan atau pembelaan agama.
Agaknya masjid pada masa silam mampu berperan sedemikian luas,
disebabkan antara lain oleh:
1. Keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh kepada
nilai, norma, dan jiwa agama.
2. Kemampuan pembina-pembina masjid menghubungkan kondisi
sosial dan kebutuhan masyarakat dengan uraian dan kegiatan
masjid.
Manifestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada pribadi-pribadi pemimpin pemerintahan yang menjadi imam/khatib maupun di dalam ruangan-ruangan masjid yang dijadikan tempat-tempat kegiatan pemerintahan dan syura (musyawarah).
Keadaan itu kini telah berubah, sehingga timbullah lembaga-lembaga baru yang mengambil-alih sebagian peranan masjid di masa lalu, yaitu organisasi-organisasi keagamaan swasta dan lembaga-lembaga pemerintah, sebagai pengarah kehidupan duniawi dan ukhrawi umat beragama. Lembaga-lembaga itu memiliki kemampuan material dan teknis melebihi masjid.
Fungsi dan peranan masjid besar seperti yang disebutkan pada masa keemasan Islam itu tentunya sulit diwujudkan pada masa kini. Namun, ini tidak berarti bahwa masjid tidak dapat berperanan di dalam hal-hal tersebut.
Masjid, khususnya masjid besar, harus mampu melakukan kesepuluh peran tadi. Paling tidak melalui uraian para pembinanya guna mengarahkan umat pada kehidupan duniawi dan ukhrawi yang lebih berkualiti.
Apabila masjid dituntut berfungsi membina umat, tentu sarana yang dimilikinya harus tepat, menyenangkan dan menarik semua umat, baik dewasa, kanak-kanak, tua, muda, pria, wanita, yang terpelajar maupun tidak, sehat atau sakit, serta kaya dan miskin.[4]
Masjid Nabawi di Madinah telah menjabarkan fungsinya sehingga
lahir peranan masjid yang beraneka ragam. Sejarah mencatat
tidak kurang dari sepuluh peranan yang telah diemban oleh
Masjid Nabawi, yaitu sebagai:
1. Tempat ibadah (shalat, zikir).
2. Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya).
3. Tempat pendidikan.
4. Tempat santunan sosial.
5. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya.
6. Tempat pengobatan para korban perang.
7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
8. Aula dan tempat menerima tamu.
9. Tempat menawan tahanan, dan
10. Pusat penerangan atau pembelaan agama.
Agaknya masjid pada masa silam mampu berperan sedemikian luas,
disebabkan antara lain oleh:
1. Keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh kepada
nilai, norma, dan jiwa agama.
2. Kemampuan pembina-pembina masjid menghubungkan kondisi
sosial dan kebutuhan masyarakat dengan uraian dan kegiatan
masjid.
Manifestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada pribadi-pribadi pemimpin pemerintahan yang menjadi imam/khatib maupun di dalam ruangan-ruangan masjid yang dijadikan tempat-tempat kegiatan pemerintahan dan syura (musyawarah).
Keadaan itu kini telah berubah, sehingga timbullah lembaga-lembaga baru yang mengambil-alih sebagian peranan masjid di masa lalu, yaitu organisasi-organisasi keagamaan swasta dan lembaga-lembaga pemerintah, sebagai pengarah kehidupan duniawi dan ukhrawi umat beragama. Lembaga-lembaga itu memiliki kemampuan material dan teknis melebihi masjid.
Fungsi dan peranan masjid besar seperti yang disebutkan pada masa keemasan Islam itu tentunya sulit diwujudkan pada masa kini. Namun, ini tidak berarti bahwa masjid tidak dapat berperanan di dalam hal-hal tersebut.
Masjid, khususnya masjid besar, harus mampu melakukan kesepuluh peran tadi. Paling tidak melalui uraian para pembinanya guna mengarahkan umat pada kehidupan duniawi dan ukhrawi yang lebih berkualiti.
Apabila masjid dituntut berfungsi membina umat, tentu sarana yang dimilikinya harus tepat, menyenangkan dan menarik semua umat, baik dewasa, kanak-kanak, tua, muda, pria, wanita, yang terpelajar maupun tidak, sehat atau sakit, serta kaya dan miskin.[4]
Setelah Nabi Muhammad saw hijrah dari
Mekah ke Madinah, yang pertama dilakukan Nabi adalah membangun Masjid Quba.
Tidak lama setelah itu, dibangun Masjid Nabawi. Bangunan fisik masjid zaman itu
masih sangat sederhana.
Setelah Nabi Muhammad saw hijrah dari
Mekah ke Madinah, yang pertama dilakukan Nabi adalah membangun Masjid Quba.
Tidak lama setelah itu, dibangun Masjid Nabawi. Bangunan fisik masjid zaman itu
masih sangat sederhana. Lantainya tanah, dinding dan atapnya pelepah kurma.
Namun demikian, masjid memainkan peranan yang sangat signifikan dan menjalankan
multifungsi dalam pembinaan umat.
Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah mahdhah, seperti salat dan zikir. Tetapi masjid juga sebagai tempat pendidikan, tempat pemberian santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan perang, tempat pengobatan para korban perang, tempat mendamaikan dan menyelesaikan sengketa, tempat menerima utusan delegasi/tamu, sebagai pusat penerangan dan pembelaan agama.
Berawal dari pembinaan yang dilakukan Rasulullah di masjid, lahirlah tokoh-tokoh yang berjasa dalam pengembangan Islam ke seantero dunia. Contohnya, Abu Bakar Shiddiq, Umar bin al-Khatab, Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, dan lain-lain.
Ini artinya, selain sebagai tempat salat dan berzikir, masjid juga berperan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Di masjid, Nabi mendidik para sahabatnya dan mengajarkan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Di Masjid, dilatih para da’i untuk kemudian dikirim ke berbagai daerah mengajarkan Islam kepada penduduknya. Masjid pun menjadi pusat berkembangnya ilmu-ilmu keislaman. Misalnya, Universitas al-Azhar di Kairo, Mesir, yang terkenal itu. Pada mulanya merupakan kegiatan belajar di Masjid al-Azhar yang dibangun pada masa dinasti Fatimiyah.
Masjid Nabawi di Madinah dahulunya berperan sebagai pusat kegiatan sosial. Bahkan di Masjid dibuat sebuah tenda tempat memberi santunan uang dan makanan kepada fakir miskin. Masalah pernikahan, perceraian, perdamaian dan penyelesaian sengketa masyarakat juga diselesaikan di masjid. Orang-orang yang terluka dalam peperangan juga diobati di masjid. Di masjid pula Nabi memberi pengarahan dan instruksi kepada para tentara yang dikirim ke suatu tempat untuk berjihad.
Masjid pun digunakan sebagai tempat bertemunya pemimpin (pemerintah) dengan rakyatnya. Bermusyawarah membicarakan berbagai kepentingan bersama. Di masjid juga Nabi menerima delegasi dari luar negeri dan mengirim utusannya ke luar negeri. Di masjid, para sahabat berlatih berperang dengan disaksikan oleh Nabi Muhammad. Selain itu, masjid juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan ekonomi. Di masjid, dibangun baitul maal, dihimpun harta dari orang-orang kaya kemudian didistribusikan kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkan uluran dana lainnya.[5]
Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah mahdhah, seperti salat dan zikir. Tetapi masjid juga sebagai tempat pendidikan, tempat pemberian santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan perang, tempat pengobatan para korban perang, tempat mendamaikan dan menyelesaikan sengketa, tempat menerima utusan delegasi/tamu, sebagai pusat penerangan dan pembelaan agama.
Berawal dari pembinaan yang dilakukan Rasulullah di masjid, lahirlah tokoh-tokoh yang berjasa dalam pengembangan Islam ke seantero dunia. Contohnya, Abu Bakar Shiddiq, Umar bin al-Khatab, Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, dan lain-lain.
Ini artinya, selain sebagai tempat salat dan berzikir, masjid juga berperan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran. Di masjid, Nabi mendidik para sahabatnya dan mengajarkan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Di Masjid, dilatih para da’i untuk kemudian dikirim ke berbagai daerah mengajarkan Islam kepada penduduknya. Masjid pun menjadi pusat berkembangnya ilmu-ilmu keislaman. Misalnya, Universitas al-Azhar di Kairo, Mesir, yang terkenal itu. Pada mulanya merupakan kegiatan belajar di Masjid al-Azhar yang dibangun pada masa dinasti Fatimiyah.
Masjid Nabawi di Madinah dahulunya berperan sebagai pusat kegiatan sosial. Bahkan di Masjid dibuat sebuah tenda tempat memberi santunan uang dan makanan kepada fakir miskin. Masalah pernikahan, perceraian, perdamaian dan penyelesaian sengketa masyarakat juga diselesaikan di masjid. Orang-orang yang terluka dalam peperangan juga diobati di masjid. Di masjid pula Nabi memberi pengarahan dan instruksi kepada para tentara yang dikirim ke suatu tempat untuk berjihad.
Masjid pun digunakan sebagai tempat bertemunya pemimpin (pemerintah) dengan rakyatnya. Bermusyawarah membicarakan berbagai kepentingan bersama. Di masjid juga Nabi menerima delegasi dari luar negeri dan mengirim utusannya ke luar negeri. Di masjid, para sahabat berlatih berperang dengan disaksikan oleh Nabi Muhammad. Selain itu, masjid juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan ekonomi. Di masjid, dibangun baitul maal, dihimpun harta dari orang-orang kaya kemudian didistribusikan kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkan uluran dana lainnya.[5]
Mesjid yang dibangun Rasulullah Saw. Bukan
hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja , namun memiliki beberapa funsi yang
lain :
1.Sebagai
sekolahan bagi orang-orang muslimin untuk menerima pengajaran dan
bimbingan-bimbingan lainnya.
2.Sebagai
balai pertemuan dan tempay untuk memepersatukan berbagai unsur kekabilahan dan
sisa-sisa pengaruh perselisihan di masa jahiliyah
3.Tempat
mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung perlemen untuk
bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.
4.Berfunsi
sebagai tempat tinggal orang- orang Muhajirin yang miskin, yang datang ke
Madinah tanpa memiliki harta , tidak mempunyai kerabat dan masih bujangan dan
belum berkeluarga.[6]
DAFTAR PUSTAKA
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?act=view&buku_id=80568&mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&typ=html
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/15/10/27/nwvep2313-seperti-apa-gaya-arsitektur-masjid-di-masa-rasulullah
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?act=view&buku_id=80568&mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&typ=html
http://mediambr.tripod.com/pustaka/masarasul.htm
http://www.daaruttauhiid.org/artikel/read/global/265/mengenang-fungsi-masjid-di-zaman-rasulullah.html
Shafiyyurahman
al mubarakfury, ar rahikul makhtum
[1]http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?act=view&buku_id=80568&mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&typ=html
[2] http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/15/10/27/nwvep2313-seperti-apa-gaya-arsitektur-masjid-di-masa-rasulullah
[3]http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?act=view&buku_id=80568&mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&typ=html
[4] http://mediambr.tripod.com/pustaka/masarasul.htm
[5] http://www.daaruttauhiid.org/artikel/read/global/265/mengenang-fungsi-masjid-di-zaman-rasulullah.html
[6]
Shafiyyurahman al mubarakfury, ar rahikul makhtum
0 komentar:
Posting Komentar