Minggu, 18 Maret 2018

makalah rafidhoh smester VI














TEOLOGI ISLAM
“ RAFIDHOH”
DOSEN PEMBIMBING : UST.TETEN ROMLY QOMARRUDDIN
 

















PENYUSUSN : AZRIN
SMESTER      :VI A

SEKOLAH TINGGI ILMU DAKWAH MOHAMMAD NATSIR
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIAARAN ISLAM






MAKALAH RAFIDHAH
A.SEJARAH LAHIRNYA RAFIDHAH

            Rafidhoh secara etimologi bermakna meninggalkan. Adapun secara istilah rafidhah adalah suatu aliran yang menisbatkan dirinya kepada syiah (pengikut) ahlul bait, namun mereka berlepas diri (baro’) dari Abu Bakar dan Umar bin Khathab, serta seluruh sahabat yang lain kecuali beberapa dari mereka, juga mengkafirkan dan mencela mereka.[1]
                  Adapun penamaan Rafidhah menurut beberapa sumber sebagai berikut :
·         Penamaan Syiah dengan Rafidhah dinyatakan sendiri oleh pembesar mereka yang bernama Al Majlisi dalam bukunya Al Bihar, ia menyebutkan empat hadits mereka sendiri.
           Mereka diberi nama rafidhah dikarenakan mereka mendatangi Zaid bin  Ali  bin Al Hussain seraya berkata , “berlepas dirilah kamu dari abu Bakar dan Umar, dengan demikian kami akan bergabung bersamamu “, kemudian zaid menjawab “ mereka berdua adalah sahabat baik kakek saya, saya tidak akan berelepas diri dari mereka, bahkan akan sellu bergabung dengannya, dan berloyalitas kepadanya “, kemudian mereka berkata kalau demikian kami menolakmu”, dengan demikian mereka diberi nama “ rafidhah artinya golongan penolak. Adapun orang-orang yang berbaiat dan setuju dengan Zaid di beri nama “Zaidiyah”.
           
·         Mereka di beri nama rafidhah di karenakan penolakannya akan keimaman Abu Bakar dan Umar. Dalam pendapat yang lain , diberi nama rafidhah dikarenakan penolakannya terhadap agama.[2]
·         Syiah Generasi awal adalah generasi kaum muslimin yang lurus, bersih, dan selmatkarena berpegang kepada Al quran dan Sunnah dan tidak merendahkan keutamaan para sahabat Rasulullah mereka juga tidak menuding para sahabat kafir. Namun seorang tokoh syiah modern, Abdul Husain Al Musawi mengklaim bahwa sekelompok sahabat Nabi yang disebut namanya itu adalah para tokoh yang menjadi teladan kaum syiah masa kini. Padahal aqidah para sahabat itu bersikap loyal (tawalli) kepada empat khulafa rasyidin dan tidak berlepas diri (tabarri) dan tidak ‘As-Syaikhin) (Abu Bkara r.a dan Umar bin Al khattab . Dalam perkembangan selanjutnya , Syih Ali yang murni ini tidak bertahan lamadan pada abad berikutnya menjadi sarang persembunyian para musuh, dan para pendengki Islam yang hendak berbuat makar terhadap Islam dan kaum muslimin. Karena itulah , para Ulama menyebut orang – orang yang yang menjelek-jelekkan dan menolak keimaman ‘ Asy-Syaikhani” sebagai Rafidhah.[3]
·         Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fataawaa (4/435) : “Dikatakan kepada Al-Imam Ahmad : ‘Siapa itu Rafidlah ?’. Beliau menjawab : ‘Orang yang mencela Abu Bakar dan ‘Umar. Karena alasan inilah mereka dinamakan Rafidlah. Sebab, mereka meninggalkan Zaid bin ‘Ali ketika beliau loyal kepada kedua khalifah tersebut sedangkan mereka benci kepada keduanya. Sehingga orang yang membenci mereka berdua dinamakan Rafidlah”.[4]

Rafidhah lahir di permukaan ketika seorang yahudi bernama Abdullah bin Saba hadir dengan mangaku sebagai seorang Muslim, mencintai Ahlul Bait (keluarga Nabi), berlebih-lebihan  didalam menyanjung Ali bin Abi Thalib, dan mendakwakan adanya wasiat baginya tentang kekhalifahan nya, yang pada akhirnya ia mengangkatnya sampai tingkat ketuhanan. Kemudian ideology seperti nilah yang akhirnya di akui oleh buku-buku syiah itu sendiri.
            Al Qummi pengarang buku Al –Maqalaat wal firaq mengaku dan menetapkan akan adanya Abdullah bin saba ini, dan menganggapnya orang yang pertamakali menobatkan keimaman( kepemimpinan) Ali bin Abi Thalib serta munculnya kembali ( sebelum kiamat) di samping ia juga termasuk orang yang pertama mencela Abu Bakar, Umar, Utsman, dan para sahabat lainnya.
            Begitu juga An- Nubakhti dalam bukunya Firaqus Syiah , Al Kasyi dalam bukunya yang terkenal Rijalul Kasyi, mengakui akan ha ini , dan sudah menjadi Aksiomatif, bahwa pengakuan adalah bukti yang paling kuat , ditambah lagi mereka adlah pembesar-pembesar rafidhah.
            Al Baghdadi berkata : “ Assabiyah aalah pengikut Abdullah bin Saba , yang berlebih-lebihan di dalam mengagung –agung kan Ali bin Abi Thalib, sehingga , sampai kepada pengakuan bahwa dia adlah “Tuhan”.
            Masih dikatakan Al Baghdadi : seorang peranakan orang hitam maksudnya Abdullah bin saba , sebenarnya dia seporang Yahudi dari penduduk Hirah , berupaya menampakkan ke islamannya , dengan demikian ia bisa menempati suatu kedudukan dan kepemimpinan pada penduduk kufah , oleh karena iu ia mengatakan kepada penduduk Kufah bahwa ia mendapatkan dalam kitab Taurat , bahwa setia nabi memiliki Washi (seorang yang diwasiati untuk mnjadi khlifah atau imam) Dan alilah orang mendapatkan wasiat langsung dari Nabi Saw.
            As Syahrastani menyebutkan tentang Ibnu Saba bahwa : ia adlah orang yang pertama kali memunculkan pernyataan keimaman ali bin Abi Thalib , dengan aadanya wasiat tentang itu.
            Dan menyebutkan pula tentang , “Sabai’yah (pengikut Ibnu saba ) bahwa ia adalah merupakan sekete yang pertama yang menyatakan tentang hilangya imam mereka dan akan kembali di kemudia hari.
            Pada masa berikutnya ideology seprti inidi warisi oleh seorang syiah terjadi  menjaiberbagai macam sekte.
            Dapat disimpulkan bahwa pernyataan tentang keimanan Ali bin Abi Thalib dan kekhalifahannya dengan Anaya wasiat langsung dari Nabi adalah peninggalan yang diwariskan Ibnu saba’.
            Setelah itu Syiah berkembang menjadi berpuluh –puluh sekte , dengan berbagai acam ideology yang bayak sekali.
            Dengan emikianlah jelaslah , bahwa syiah membuat ideology-ideologi baru seperti aadanya wasiat kekhalifahan Ali bin Abi Thalib , dan munculnya kembaliimammereka  di kemudian hari.  Hilangnya Imam dan bahkan penuhana para imam mereka sebagai bukti pengekoran mereka terhaddap Ibnu Saba seorang yahudi.”[5]

            Ada yang menganggap Syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Usman bin Affan atau pada masa awal kepemipinan Ali bi Abi Thalib. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Usman bin affan , yang berakhir kesyahidan Usman dan ada tuntunan umat agar Ali bin Abi Thalib bersedia di baiat sebagai khalifah. Tampaknya pendapat yang paling popular addalah bahwa syiah lahir setelah gagalnya perundingn antara pihak khalifah Ali dengan pihak Muawiyah bin Abu Sufyan di Siffin yang lazim disebut sebagai persitiwa at tahkim. Akibat kegagalan itu , sejumlah pasukan ali menantang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali . Mereka ini disebut golongan khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali). Sebagian besar orang yang tetap setia kepada khalifah di sebut Syiah Ali ( pengikut Ali).
            Istilah Syiah pada era kekhalifahan Ali hanya bermakna pembelaan dan dukungan politik.. Syiah Ali yang muncul pertama kalipada era kekhalifah Ali bin Abi Thalib,  bisa disebut sebagai pengikut setia khalifah yang sah pada saat itu melwan pihak muawiyahhanya bersifat cultural , bukan bercorak aqidah seperti yang dikenal pada masa sesudahnya hingga sekarang sebab kelompok setia syiah yang terdiri dari sebagian sahabat Rasulullah dan sebagian besar tabiin pada saat itu tidak ada yang berkeyakinan bahwa Ali bi Abi Thalib lebih utama dan lebih berhak atas kekhalifahan atas kekhalifahan setelah Rasul dari abu Bakar dan Umar bi Al Khattab. Bahkan Ali bin Abi Tahlib sendiri saat menjadi khalifah, menegaskan dari atas mimbar masjid kufah ketika berkhutbah “ Bahwa sebaik baik Umat Islam setelah Nabi Muhammad adlah Abu Bakr dan Umar”.
         Ibnu Taimiyyah juga berkata pada sumber yang lalu,”Asal-usul Rafidlah dari kalangan munafiq dan zindiq. Rafidlah itu dibuat oleh Ibnu Saba’ yang zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrim mendukung ’Ali dengan propaganda bahwa ’Ali lebih berhak untuk kepemimpinan dan ada wasiat bagi ’Ali”.
Beliau juga berkata pada (28/483),”Para ulama menyebutkan bahwa permulaan paham Rafidlah adalah dari seorang zindiq bernama ’Abdullah bin Saba’. Dia menampakkan keislaman dan menyembunyikan agama Yahudinya. Dia ingin merusak Islam sebagaimana yang dilakukan Paulus An-Nashraniy yang dahulunya Yahudi ketika merusak agama Nashrani”.
Ibnu Abil-’Izz Al-Hanafiy berkata dalam Syarh Ath-Thahawiyyah hal. 490 dengan tahqiq Al-Albani,”Asal mula paham Rafidlah dimunculkan oleh seorang munafiq lagi zindiq yang bermaksud meruntuhkan agama Islam dan mencela Rasul shallallaahu ’alaihi wasallam sebagaimana disebutkan para ulama. Karena ’Abdullah bin Saba’ si Yahudi ketika menampakkan Islam, dia hanya ingin merusak Islam dengan tipu daya dan keburukannya, sebagaimana dilakukan Paulus terhadap agama Nashrani. Dia berpenampilan orang yang rajin beribadah, kemudian dia perlihatkan amar ma’ruf nahi munkart sampai akhirnya dia berupaya memfitnah ’Utsman dan membunuhnya. Kemudian ketika datang ke Kuffah, dia menampakkan sikap ekstrim terhadap ’Ali dan pembelaan kepadanya agar dengan itu ia mampu untuk mencapai tujuan-tujuannya. Berita itu akhirnya sampai kepada ’Ali, maka ’Ali bermaksud membunuhnya sehingga dia melarikan diri darinya menuju Qarqis. Dan berita tentangnya sudah sangat dikenal dalam sejarah. Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Ibnu Saba’ dulunya seorang Yahudi kemudian dia tampakkan keislamannya padahal dia seorang munafiq zindiq”.
Ath-Thabari telah menyebutkannya dalam At-Taarikh (4/430) bahwa Ibnu Saba’ dahulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a.
Ibnul-Atsir berkata dalam Al-Kamiil (3/77) : ”Abdullah bin Saba’ si Yahudi dulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a dan ibunya adalah Sauda’ ”.
Ath-Thabariy menyebutkan dalam sejarah kejadian-kejadian di tahun 30 H bahwa Ibnu Saba’ mendatangi Abu Darda’. Maka Abu Darda’ berkata kepadanya,”Siapa kamu ini ? Aku mengira kamu ini – demi Allah – seorang Yahudi !”.
Aku (yaitu Penulis – Abu Bakr ’Abdurrazzaq bin Shalih An-Nahmiy) berkata,”Sehingga ’Abdullah bin Saba’ itu hanyalah seorang Yahudi yang berkedok Islam. Asy-Syahrastani berkata dalam Al-Milal wan-Nihal (1/204) cet. Daarul-Ma’rifah : ’Saba’iyyah adalah para pengikut ’Abdullah bin Saba’ yang berkata kepada ’Ali : ’Kamulah, kamulah !’. Maksudnya,’Kamu adalah Tuhan’. Maka ’Ali kemudian mengusirnya ke Al-Madain”.
Orang-orang menyangka bahwa dia dulunya seorang Yahudi lantas masuk Islam. Ketika beragama Yahudi dia mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun berwasiat kepada Musa ’alaihis-salaam seperti yang dikatakannya tentang ’Ali, dialah orang pertama yang memunculkan pernyataan adanya wasiat tentang kepemimpinan ’Ali radliyallaahu ’anhu dan dari situlah bercabang berbagai sikap berlebihan (ghulluw). Dia meyakni bahwa ’Ali terus hidup dan tidak akan mati, padanya terdapat sifat ketuhanan, dan beliau tidak boleh menjadi bawahan. Beliaulah yang datang dari awan, halilintar adalah suaranya, kilatan petir adalah senyumannya. Beliau nanti akan turun ke bumi lantas memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kedhaliman. Ibnu Saba’ menampakkan ucapan ini setelah wafatnya ’Ali radliyallaahu ’anhu dan adanya sejumlah orang yang berhimpun mendukungnya. Merekalah kelompok pertama yang menyatakan tawaqquf, ghaib, dan akan kembalinya ’Ali. Mereka juga menyatakan menjelmanya sebagian sifat ketuhanan pada para imam setelah ’Ali radliyallaahu ’anhu.
Dia (’Abdullah bin Saba’) berkata,”Makna seperti ini sebenarnya juga diketahui oleh para shahabat, sekalipun mereka berseberangan dengan keinginannya (’Ali). Ini ’Umar bin Khaththab, ketika ’Ali mencungkil mata seseorang dengan benda tajam di tanah suci, dilaporkan kepadanya (’Umar) dan ia berkomentar,’Apa yang sanggup aku katakan terhadap tangan Allah yang telah mencungkil mata di tanah suci milik Allah ?’. Jadi ’Umar memberikan baginya sebutan ketuhanan karena memang ’Umar mengetahui sifat itu pada diri ’Ali”.


B.TOKOH – TOKOH RAFIDHOH
1.TOKOH AWAL
a.Abdullah bin Saba’
Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahuddi yang berasal dari Son’an, Yaman, yang dating keMadinah dan kemudian berpura-pura setia kepada Islam pada masa khalifah Usman bin affan r.a. Padahal, dialah yang s3sunggunya yang mmempelopori kudeta/ berdarah  dan melakukan pembunuhan kepada Khalifah Utsman bin Affan, dialah juga pencetus aliran Syi’ah yang kemudian mengkultuskan ali bin abi Thalib.ra.

            Diantara isu-isu disebarkan Abdullah bin saba untuk memecah belah umat Islam pada saat iu antara lain :
·         Bahwa Ali bin Abi thalib r.a  telah menerima wasiat sebagai pengganti Rasulullah saw.
·         Bahwa abu abakar, Umar bin khattab dan Utsman bin affan adalah orang-orang Dzalim, karena telah merampas hak khilafah Ali bin abi thalib. Ra. Setelah wafatnya Rasulullah, umat islam saat itu ia membaiat ketiga khalifah tersebut dinyatakan kafir.
·         Bahwa Ali bin Abi thalib ra. Adalah pencipta semua makhuk dan pemberi rezeki.
·         Bahwa Nabi Muhammad Saw akan kembali ke Dunia sebeblum Hari kiamat, sebagai kepercayaan sebagaimana nabi Isa As.
·         Bahwa Ali Ra,. Tidak mati, melainkan tetap hidup di angkasa.Peir adalah suaranya ketika marah dan kilat adalah cemetinya.
·         Bahwa ruh Al kudus berinkarnasi kedalam para Imam Syiah.
Dapat di tambahkan pula, bahwa Abu Muhammad Al Hassan Ibnu Musa an naubahkti , seorang Ulama syiah yang terkemuka, di dalam bukunya firaq asy syiah hal 41-42 mengatakan bahwa Ali ra. Pernah hendak membunuh Abdullah bin saba karena fitnah dan kebohongan yang disebarkan Yakni menganggap Ali sebagai Tuhan dan mengaku dirinya sebagai Nabi, akan tetapi tidak jadi karena tidak ada yang setuju. Lalu sebagai gantinya Abdullah bin Saba di Buang ke Madain, Ibu Kota Iran dimasa Itu.[6]

2.TOKOH PENGEMBANG

a.       Kelahiran
Abul Fadhl, Nashr bin Muzahim bin Sayyar al-Minqari, salah seorang sejarawan tersohor Syi’ah lahir di kota Kufah. Akan tetapi, sejarah tidak mencatat tanggal kelahirannya secara pasti. Sebagian sejarawan menganggap ia hidup dalam kurun waktu dimana Abu Mikhnaf hidup. Mengingat Abu Nashr memiliki usia yang cukup panjang dan Abu Mikhnaf meninggal dunia sebelum tahun 170 H., ada kemungkinan ia dilahirkan pada tahun 120 H.
b.      Tempat Berdomisili
Nashr bin Muzahim lebih banyak menghabiskan usianya di Baghdad. Pada waktu itu, Baghdad adalah sebuah kota yang baru dibangun. Akan tetapi, karena kota ini adalah ibu kota dan pusat kekhalifahan pada masa itu, ia mampu menarik para ilmuwan tersohor untuk berdomisili di sana. Al-Khathib al-Baghdadi di dalam buku sejarahnya menyebut Nashr bin Muzahim sebagai salah seorang tokoh ilmuwan Baghdad.
c.       Ke-tsiqah-an
Para sejarawan berbeda pendapat tentang ke-tsiqah-an Nashr bin Muzahim. Sepertinya, perbedaan pendapat ini disebabkan oleh karena ia adalah seorang pengikut mazhab Syi’ah.
d.      Ibn Hibban menyebut ia sebagai salah seorang tokoh yang tsiqah dan dapat dipercaya. Tentang tokoh yang satu ini, Ibn Abil Hadid berkomentar, “Nashr bin Muzahim adalah seorang tokoh yang tsiqah, dapat dipercaya, dan teguh. Segala ucapan dan penukilan-penukilannya adalah absah. Ia tidak pernah mengucapkan sesuatu karena didorong oleh hawa nafsu dan niat berbohong. Ia adalah salah seorang tokoh perawi hadis.”
e.       Berbeda dengan seluruh pendapat tersebut, ‘Uqaili berpendapat, “Nashr bin Muzahim adalah seorang pengikut mazhab Syi’ah. Hadis dan pendapatnya banyak mengalami pertentangan, karena ucapannya tidak memiliki keserasian antara yang satu dengan lainnya.” Abu Hatim juga berkomentar, “Hadis-hadis Nashr bin Muzahim mengalami penyelewengan dan tidak dapat diamalkan.”
f.       Para Guru
Ia banyak menimba ilmu di kota Baghdad dari beberapa guru berikut ini:
a. Sufyan ats-Tsauri.
b. Syu’bah bin Hajjaj.
c. Hubaib bin Hassan.
d. Abdul Aziz bin Sayyah.
e. Yazid bin Ibrahim asy-Syusytari.
f. Abul Jarud.
g. Ziyad bin Mundzir.
g.      Para Murid
Banyak murid yang telah menimba ilmu darinya. Sebagian dari mereka dapat
kita lihat berikut ini:
a. Husain bin Nashr, putranya.
b. Nuh bin Hubaib al-Qaumasi.
c. Abu Shalt al-Hirawi.
d. Abu Sa’id al-Asyja’.
e. Ali bin Mundzir ath-Thariqi, dan sebagian tokoh-tokoh kota Kufah.
h.      Karya Tulis
Nashr bin Muzahim memiliki banyak karya tulis. Sebagianya dapat kita lihat di bawah ini:
a. Waq’ah ash-Shiffîn.
b. Al-Jamâl.
c. Al-Ghârât.
d. Maqtal Hujr bin ‘Adi.
e. 
Maqtal Husain bin Ali as.
f. ‘Ain al-Wardah.
g. Akhbâr al-Mukhtar.
h. Al-Manâqib.
i.        Wafat
Nashr bin Muzahim meninggal dunia pada tahun 212 H.

k.      Ahmad bin Abi Abdillah Al-Barqi (Penghujung Abad Kedua – 280 H.)
l.        Ibrahim bin Hilal Ats-Tsaqafi (Permulaan Abad Ke-3 – 283 H.)
m.    Muhammad bin Hasan bin Furukh Ash-Shaffar (Permulaan Abad ke-3 – 290 H.)
n.      Muhammad bin Mas’ud Al-‘Ayasyi As-Samarqandi
o.      Ali bin Babawaeh Al-Qomi
p.      Syaikhul Masyayikh, Muhammad Al-Kulaini (259 – 329 H.)
q.      Ibnu ‘Aqil Al-‘Ummani
r.        Muhammad bin Hamam Al-Iskafi (258 – 336 H.)
s.       Muhammad bin Umar Al-Kasyi (Abad Ke-4 Hijriah)
t.        Ibn Qawlawaeh Al-Qomi (Wafat 367 H.)
u.      Abu Ghalib Az-Zurari (285 – 368 H.)
v.      Ra`îsul Muhadditsîn, Syeikh Shaduq
w.    Ibnu Junaid Al-Iskafi
x.      Sayid Radhi (359 – 406 H.)
y.      Syaikh Mufid (338 – 413 H.)
z.       Sayid Murtadha Alamulhuda
aa.   Syeikh Abu Shalah Al-Halabi
bb.  Ahmad bin Ali An-Najasyi (372 – 450 H.)
cc.   Syaikh Abu Ja‘far Ath-Thusi, Pendiri Hauzah Najaf (385 – 460 H.)
dd. Ibn Syadzan Al-Qomi (Wafat 460 H.)
ee.   Hamzah Bin Abdul Aziz Ad-Dailami (Sallar Ad-Dailami) (Paruh Kedua Abad Ke-4 – 463 H.)
ff.    Al-Qadhi Abdul Aziz Al-Halabi (Ibn Al-Barraj) (401 – 481 H.)
gg.  Hakim Al-Haskani (Wafat 490 H.)
hh.  Muhammad Bin Hasan Al-Fattal An-Nisyaburi (Syahadah Tahun 508 H.)
ii.      Abdul Wahid bin Muhammad At-Tamimi Al-AMudi (510 – 550 H.)
jj.      Sayid Fadhlullah Ar-Rawandi (Wafat 570 H.)
kk.  Abul Hasan Sa‘id bin Hibatullah (Quthbuddin Ar-Rawandi) (Wafat 573 H.)
ll.      Ibn Hamzah ‘Imaduddin Ath-Thusi (Belahan Pertama Abad Ke-6 – 585 H.)
mm.            Sayid Abul Makarim Ibn Zuhrah (511 – 585 H.)
nn.  Ibn Syahr Asyub (489 – 588 H.)

Kelahiran
Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Abdullah al-Asy’ari al-Qomi dilahirkan pada abad ketiga Hijriah. Ia adalah salah seorang sahabat para imam ma’shum as. Ia dilahirkan di kota Qom, kota ilmu agama dan para perawi handal Syi’ah dan tempat perlindungan bagi para fuqaha dan ilmuwan handal yang selalu mencintai Ahlulbait Rasulullah saw. Ia dibesarkan dan dididik di dalam sebuah keluarga ahli ilmu yang selalu mendambakan kecintaan kepada Ahlulbait Nabi saw. Dari sejak masa muda, ia telah menimba ilmu pengetahuan Islam di bawah bimbingan langsung ayahnya, Muhammad bin Isa al-Asy’ari.
Pendidikan
Ahmad bin Muhammad bin Isa adalah salah seorang tokoh handal dan tersohor pada masa hidupnya. Ia juga seorang tokoh masyarakat kota Qom dan selalu memiliki kehormatan istimewa. Di kalangan para ulama dan ilmuwan Syi’ah, ia juga memiliki kedudukan yang istimewa. Di samping itu, ia termasuk salah seorang perawi hadis Syi’ah yang sangat tersohor. Ia pernah hidup semasa dengan Imam ar-Ridha, Imam al-Jawad, dan Imam al-Hadi as dan menukil banyak riwayat dari para iman ma’shum as. Namanya disebutkan di dalam 2290 sanad hadis. Syaikh ath-Thusi, an-Najasyi, Ibn Dawud, dan Allamah al-Hilli berkomentar, “Ia adalah seorang tokoh besar kota Qom, seorang yang tersohor, faqih, dan pemuka masyarakat Qom. Sebagai wakil masyarakatnya, ia selalu tegak berdiri menghadapi para raja yang berkuasa pada waktu itu.”
Para Guru
Selain Imam al-Jawad dan Imam al-Hadi as, Abu Ja’far al-Asy’ari juga banyak meriwayatkan hadis dari para perawi besar Syi’ah, di antaranya:
a. Muhammad bin Isa al-Asy’ari, ayahnya.
b. Husain bin Sa’id.
c. Nadhr bin Suwaid.
d. Ali bin Nu’man.
e. Shafwan bin Yahya.
f. Muhammad bin Abi ‘Umair.
g. Muhammad bin Ismail.
h. Utsman bin Isa.
i. Hammad bin Utsman.
j. Qasim bin Muhammad.
Para Murid
Para tokoh perawi hadis Syi’ah banyak menukil hadis darinya, di antaranya:
a. Muhammad bin Hasan ash-Shaffar.
b. Sa’d bin Abdullah.
c. Ali bin Ibrahim.
d. Dawud bin Kurah.
e. Ahmad bin Idris.
f. Muhammad bin Hasan bin Walid.
g. Muhammad bin Ali bin Mahbub.
h. Sahl bin Ziyad.
Karya Tulis
Ahmad bin Muhammad al-Qomi memiliki karya-karya tulis yang sangat berharga dan mayoritas karya tulisnya berkenaan dengan riwayat-riwayat Ahlulbait as. Di antara karya-karya tulisnya adalah sebagai berikut:
a. An-Nawâdir.
b. At-Tauhîd.
c. Fadhl an-Nabi saw.
d. Al-Mut’ah.
e. An-Nâsikh wa al-Mansûkh.
f. Ath-Thibb al-Kabîr.
g. Ath-Thibb ash-Shaghîr.
h. Al-Makâsib.
i. Al-Azhillah.
Pengusiran Al-Barqi dari Kota Qom
Sebagai tokoh dan pembesar kota Qom, ia pernah mengusir Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Khalid al-Barqi, salah seorang perawi 
hadis Syiah dari kota Qom. Tindakan ini ia ambil lantaran al-Barqi menukil riwayat-riwayat yang lemah (dha’îf) atau hadis-hadis mursal. Akan tetapi, selang beberapa waktu, ia menyesali perbuatannya tersebut. Ia memohon maaf kepadanya dan mengembalikannya ke kota Qom. Demi menebus kesalahan yang telah dilakukannya itu, setelah al-Barqi meninggal dunia, ia mengantarkan jenazahnya sambil berkepala telanjang dan tidak beralas kaki.
Wafat
Tidak ada informasi yang detail tentang tahun kewafatannya. Akan tetapi, ia masih hidup sehat hingga tahun 274 H.


3.GERAKAN SYIAH MODERN

            Iran pada saat ini telah lebih maju dan berhasil melakukan kosolidasi, sehingga mengantarkannya di level integrasi.semenjak berdirinya revolusi iran, Khomeini dengan faksi ushulinya bekerja keras utuk mencapai kebangkitan Syi’ah yang kita ketahui dala perjalanan sejarahnya mengalami berbagai perpecahan dan bahkan beberapa kali terjadi kerisis imam. Saat ini, perpecahan dan krisis imam tidak lagi menjadi masalah. Diyakini oleh kaum syi’ah bahwa Khomaeni telah berhasil “mengatasi masalah tanpa masalah” Namun, dalam perjalanannya telah menimbulkan masalah baru, yang justru lebih hebat, yakni pertentangan antara sunni dengan syi’ah yang semakin tinggi dan meluas di berbagai Negara, tak ketinggalan di Indonesia. Terjadinya konplik berdarah tidak dapat dilepaskan dari rencana besar Khomeini untuk mengusai dunia melalui ekspansi ideology imamah. Menurut penulis, saat ini tidak ada suatu Negara di dunia ini yang mampu melahirkan ideology yang bersumber dari ajaran agama yang menyimpang. Tidak pula ada suatu Negara yang berhasil melakukan ekspansi ideology politik dan ajaran agama secara bersamaan ke berbagai Negara. Hanya satu-satunya Negara yang berhasil melakuka itu, yakni Iran.
            Pasca revolusi iran, Khomeini telah mengambil bentuk ideology politik tersendiri yang diealaborasi melalui doktrin teologi syi’ah imamiyyah itsna asyariyah. Upaya menjadikan teologi sebagai ideology ini, mirip dengan keinginan teologi pembebasan di amerika latin. Menurut para pendirinya ,


C.PERKEMBANGAN SYIAH
14 H: Tahun ini merupakan asal muasal cekikan kelompok Rafidhah terhadap Islam dan kaum muslimin. Hal itu dikarenakan pada tahun ini terjadi perang Qadisiyah, di mana kaum muslimin meraih kemenangan telak atas nenek moyang kelompok Rafidhah, yaitu bangsa Persia Majusi. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khathab RA.
16 H: Ibukota imperium Persia, Madain, jatuh ke tangan kaum muslimin. Peristiwa ini meninggalkan kekecewaan, kemarahan, dan kebencian yang mendalam dalam hati kelompok Rafidhah.
23 H: Abu Lu’luah al-Majusi membunuh khalifah Umar bin Khatab RA. Kelompok Rafidhah memberi Abu Lu’luah gelar Baba Alauddin – “Baba Syujauddin”(sang pembela agama yang gagah berani)– , sebagai symbol dan tokoh penting mereka dalam memerangi Islam.
34 H:  Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi dari Shan’a yang bergelar Ibnu Sauda’ muncul dan menampakkan dirinya masuk Islam secara lahir meski dalam hatinya memendam kekafiran. Ia mulai menggerakkan kelompok-kelompok untuk melawan khalifah Utsman bin Affan. Provokasinya berhasil dan orang-orang yang menjadi pengikutnya membunuh khalifah Ustman bin Affan pada tahun 35 H.
Aqidah Abdullah bin Saba’ memiliki akar pada ajaran Yahudi, Nasrani, dan Majusi yaitu penuhanan Ali bin Abi Thalib, pewasiatan kepemimpinan baginya, raj’ah (Ali akan hidup kembali di akhir zaman untuk menghukum lawan-lawan politiknya), wilayah, imam, bada’, dan lain-lain.
36 H: Satu malam sebelum terjadinya perang Jamal, kedua belah pihak sahabat berdamai dan bermalam dengan tenang. Adapun Abdullah bin Saba’ dan para pengikutnya tidak tinggal diam. Mereka melakukan kekacauan di kedua belah barisan sehingga mereka berhasil menyebabkan kesalah pahaman dan peperangan di antara kedua belah pihak. Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, para pengikut Abdullah bin Saba’ (Saba’iyah) mendatangi Ali dan menyatakan secara terus terang bahwa Ali adalah Tuhan yang menciptakan dan memberi rizki mereka. Ali meminta mereka untuk bertaubat namun mereka tidak mau bertaubat, maka Ali menghukum mati mereka dengan hukuman bakar.
41 H: Tahun yang paling dibenci oleh kelompok Rafidhah, di mana kaum muslimin bersepakat untuk mengakui satu khalifah yaitu Mu’awiyah bin Abi Sufyan RA. Hasan bin Ali mengundurkan dirinya dari jabatan khalifah dan tahun tersebut dikenal dengan nama tahun jama’ah. Makar Rafidhah untuk memecah belah kaum muslimin gagal.
61 H: Husain bin Ali RA terbunuh pada tanggal 10 Muharam setelah para pengikutnya mengkhianatinya dan membiarkannya sendirian menghadapi pasukan daulah Umawiyah.
260 H: wafatnya Hasan Al-Askari yang dianggap sebagai imam ke-11 kelompok Rafidhah. Maka muncul kelompo Rafidhah Itsna Asyariyah yang meyakini imam mereka adalah imam yang ditunggu-tunggu karena masih bersembunyi di sebuah gua di Samira, yaitu Muhammad bin Hasan al-Askari. Padahal Hasan al-Askari meninggal tanpa memiliki anak. Rafidhah Itsna Asyariyah meyakini imam Muhammad bin Hasan al-Askari adalah imam Mahdi yang akan keluar untuk menegakkan kerajaan Rafidhah dan menghukum lawan-lawan politiknya.
277 H: Di kota Kufah muncul kelompok Qaramithah Rafidhah, dipimpin oleh Hamdan bin Asy’ats yang bergelar Qarmith.
278 H: Di Ahsa’ dan Bahrain muncul kelompok Qaramithah Rafidhah di bawah pimpinan Abu Sa’id al-Janabi ar-Rafidhi.
280 H: berdiri kerajaan Syiah Zaidiyah Rafidhah di Sha’dah dan Shan’a, Yaman, dengan pemimpinnya Husain bin Qasim ar-Rasi.
297 H: Berdiri kerajaan Ubaidiyah Rafidhah di Mesir dan Magrib (Maroko dan Afrika Utara), di bawah pimpinan Ubaidullah bin Muhammad al-Mahdi. Mereka menipu kaum muslimin dengan mengklaim sebagai keturunan ahlul bait dan mereka menamakan kerajaan mereka kerajaan Fathimiyah.
317 H: Pemimpin Qaramithah Rafidhah di Ahsa dan Bahrain, Abu Thahir ar-Rafidhi bersama kelompoknya berhasil menguasai kota Makkah pada hari Tarwiyah, 8 Dzulhijah. Mereka membantai jama’ah haji di masjidil haram, membuang mayat-mayat mereka ke sumur zam-sam, dan mencongkel Hajar Aswad kemudian mereka bawa ke Ahsa’. Hajar Aswad tetap mereka kuasai di Ahsa’ sampai tahun 335 H. Adapun kekuasaan mereka di Ahsa’ bertahan sampai tahun 466 H.
Pada tahun 317 H berdiri pula kerajaan Hamdaniyah Rafidhah di Maushil (Irak) dan Halb (Suriah). Kerajaan ini tumbang pada tahun 394 H.
329 H: Tahun ini oleh kelompok Rafidhah disebut tahun Ghaibah Kubra (persembunyian skala besar), di mana mereka mengklaim telah sampai kepada mereka sebuah surat dengan tanda tangan imam Mahdi yang mereka tunggu-tunggu. Menurut klaim mereka, dalam surat tersebut imam Mahdi menulis: “Telah terjadi ghaibah (persembunyian) secara sempurna maka tidak akan muncul kecuali setelah mendapat izin Allah. Maka barangsiapa mengklaim melihat aku niscaya ia adalah seorang pendusta yang mengada-ada.” Surat palsu tersebut mereka buat karena para ‘dukun’ mereka kewalahan menghadapi pertanyaan pengikut awam mereka tentang kapan waktu kemunculan imam Mahdi yang mereka tunggu-tunggu.
334 H: berdiri kerajaan Buwaihiyah Rafidhah di Dailam dengan pemimpinnya Abu Syuja’ ad-Dailami. Mereka melakukan perusakan di Baghdad dan pada masa mereka caci makian terhadap generasi sahabat beredar luas.
339 H: Hajar Aswad dikembalikan oleh pemimpin Qaramithah Rafidhah di Ahsa’ ke Makkah atas perantaraan raja Ubaidiyah Rafidhah Mesir.
352 H: Penguasa kerajaan Buawihiyah yang mendominasi kerajaan Abbasiyah memerintahkan rakyat untuk menutup pasar-pasar pada hari Asyura, melarang jual beli, menyalakan lilin, para wanita keluar rumah dengan rambut terurai dan menampar pipi di pasar-pasar. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, di Baghdad dilaksanakan peringatan ratapan atas terbunuhnya Husain bin Ali.
358 H: Kelompok Ubaidiyah Rafidhah menguasai Mesir dan mendirikan kerajaan Ubaidiyah. Rajanya yang paling menonjol adalah Al-Hakim bi-Amrillah yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan dan mempropagandakan ajaran reinkarnasi[i]. Dengan runtuhnya kerajaan Ubaidiyah ini pada tahun 568 H, berdirilah kelompok Druz Bathiniyah.
402 H:  Para ulama, pejabat, dan tokoh masyarakat di Baghdad berkumpul dan sepakat mengeluarkan fatwa tentang kepalsuan nasab penguasa Ubaidiyah Rafidhah Mesir, kecacatan akidah mereka, mereka adalah orang-orang zindiq dan kafir. Fatwa tersebut ditanda tangani oleh ulama, pejabat, dan tokoh masyarakat dari kalangan ahlus sunnah dan Syiah sendiri.
 408 H: Penguasa Ubaidiyah Rafidhah Mesir, Al-Hakim bi-Amrillah mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Ia dua kali berencana membongkar makam Nabi SAW dan memindahkan jenazah beliau ke Mesir. Rencana pertama ditentang masyarakat Mesir. Rencana kedua, ia mengirim orang-orangnya dengan menyewa rumah di dekat masjid nabawi. Mereka mulai menggali terowongan ke arah makam Nabi SAW, namun usaha mereka terbongkar dan penduduk Madinah membunuh mereka.
483 H: Berdiri kelompok Hasyasyiyin yang mempropagandakan kekuasaan politik kerajaan Ubaidiyah Rafidhah Mesir. Pemimpinnya adalah Hasan ash-Shabah, yang memulai gerakannya dari propinsi Faris tahun 473 H.
500 H: Penguasa Ubaidiyah Rafidhah membangun bangunan makam di Mesir yang mereka namakan Tajul Husain (mahkota Husain). Mereka mengklaim di dalamnya ada kepala Husain bin Ali. Mereka berziarah ke bangunan makam tersebut sampai hari ini.
656 H: Pengkhianatan terbesar kelompom Rafidhah melalui pemimpinnya, Nashiruddin ath-Thusi dan Ibnu Alqami, yang bersekongkol dengan pasukan Mongol sehingga pasukan Mongol dipimpin Hulakho Khan berhasil meruntuhkan kerajaan Abbasiyah dan menghancur leburkan ibukota Baghdad. Pasukan Mongol membantai dua juta muslim, termasuk kalangan ahlul bait yang kelompok Rafidhah mengklaim secara dusta sebagai pecinta dan pembela mereka. Pada tahun ini pula muncul kelompok Nushairiyah Rafidhah di bawah pimpinan Muhammad bin Nuhsair ar-Rafidhi.
907 H: Berdiri kerajaan Shafawiyah Rafidhah di Iran di bawah pimpinan Shah Ismail bin Haidar ash-Shafawi ar-Rafidhi. Ia membantai satu juta lebih muslim ahlus sunnah di Iran karena mereka tidak mau dipaksa memeluk agama Rafidhah. Ketika ia mendatangi Baghdad, ia mencaci maki secara terang-terangan khulafa’ rasyidin, membantai warga mulsim yang tidak mau memeluk agama Rafidhah, dan membongkar banyak makam ahlus sunnah, di antaranya makam imam Abu Hanifah.
Di antara peristiwa yang menonjol dalam sejarah kerajaan Shafawiyah Rafidhah adalah pemimpinnya, Shah Abbas al-Kabir as-Shafawi memulai program haji ke Mashad Iran sebagai ganti dari berhaji ke Makkah. Pada masa Shafawiyah, muncul Shadruddin ash-Shairazi ar-Rafidhi yang membentuk agama Bahaiyah. Pengikutnya, Mirza Ali Muhammad ash-Shairazi ar-Rafidhi mengklaim bahwa Allah telah bersatu dengan jasadnya (manunggaling kawula lan gusti). Ia digantikan oleh muridnya, Bahaullah.
Jejaknya ditiru oleh Mirza Ghulam Ahmad di India, seorang boneka Inggris yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru, menerima kitab suci baru, dan mendirikan agama Qadiyaniyah. Kerajaan Shafawiyah runtuh pada tahun 1149 H.
1218 H: Seorang Rafidhah yang keji datang dari Irak ke Dir’iyah (pusat pemerintahan kerajaan Arab Saudi waktu itu) dan menampakkan dirinya sebagai ahli ibadah yang hidup zuhud. Seperti halnya Abu Lu’luah al-Majusi yang pura-pura ikut shalat untuk membunuh khalifah Umar bin Khatab, orang Rafidhah Irak ini juga pura-pura ikut shalat Ashar di masjid Tharif di kota Dir’iyah. Saat raja Abdul Aziz bin Muhammad bin Sa’ud yang mengimami shalat sedang sujud, orang Rafidhah ini mencabut belati yang telah disembunyikan di balik bajunya dan menusukkannya kepada raja Abdul Aziz. Raja Abdul Aziz meninggal akibat peristiwa itu. Orang Rafidhah ini membunuh raja Abdul Aziz karena ia dan pasukannya meratakan bangunan makam Husain bin Ali di Karbala ketika menundukkan wilayah tersebut.
1289 H: Iran mencetak dan menerbitkan buku ‘Fashlul Khithab fi Itsbat tahrif Kitab Rabb al-Arbab karya ulama Rafidhah dari Nejef, Irak bernama haji Mirza Husain bin Muhammad Nuri ath-Thibrisi. Dalam buku tersebut, ia mengumpulkan seluruh pernyataan ulama Rafidhah yang menyatakan Al-Qur’an yang berada di tangan kaum muslimin adalah Al-Qur’an yang telah ditambah dan dikurangi, dan Rafidhah memiliki kitab suci tersendiri yang disebut Mushaf Fatimah, yang menurut pernyataan mereka tidak satu huruf pun dalam Al-Qur’an yang sama dengan isi mushaf Fatimah. Isi (jumlah surat dan ayat) mushaf Fatimah menurut keyakinan mereka tiga kali lipat dari isi Al-Qur’an.
1366 H: Terbit koran Rafidhah bernama Barjamul Islam, yang menyatakan Karbala’ lebih mulia daripada Makkah. Shalat dan thawaf mengelilingi makam Husain di Karbala’ menurut mereka lebih mulia daripada shalat di masjidil Haram dan thawaf mengelilingi Ka’bah di Makkah.
1389 H: Pemimpin agama tertinggi Rafidhah Iran, Ayatollah Khomeini menerbitkan bukunya Wilayatul Faqih al-Hukumah al-Islamiyah. Di antara kekafirannya dalam bukunya tersebut terdapat pada hal. 35, Khomeini menulis: “Sesungguhnya di antara perkara yang pasti dalam madzhab kami adalah keyakinan bahwa para imam kami memiliki kedudukan yang tidak mampu digapai oleh seorang malaikat yang dekat dengan Allah maupun seorang nabi yang diutus oleh Allah.”
1399 H: Berdiri Republik Rafidhah Iran dengan pemimpin pertamanya Khomeini setelah menggulingkan pemerintahan Shah Pahlevi. Di antara ciri khasnya adalah melakukan demonstrasi dan perusakan di kota suci Makkah pada musim haji setiap tahun dengan mengatas namakan revolusi Islam.
1400 H: Pada tanggal 15 Sya’ban Khomeini menyampaikan khutbah dalam peringatan yang disebut ‘maulid imam al-mahdi’. Di antara isi khutbahnya saat itu adalah perkataannya, “Seluruh nabi datang untuk membina pondasi-pondasi keadilan di dunia namun mereka tidak berhasil. Bahkan Nabi SAW penutup para nabi yang datang untuk memperbaiki kondisi manusia dan merealisasikan keadilan, juga tidak berhasil melakukan hal itu pada masa hidupnya…sosok yang akan sukses dalam tugas itu dan membina pondasi-pondasi keadilan di seluruh penjur dunia serta meluruskan penyimpangan-penyimpangan adalah imam al-Mahdi al-muntazhar.”
1407 H: Orang-orang Rafidhah yang berafiliasi ke negara Rafidhah Iran melakukan kekacauan dan perusakan di kota Makkah pada musim haji. Ribuan orang Rafidhah menyamar sebagai jama’ah haji Iran, melakukan demonstrasi pada hari Jum’at, melakukan penyerbuan, pembunuhan, dan perusakan di kota suci Makkah. Dalam peristiwa itu, mereka membunuh 402 orang, sebanyak 85 orang korban adalah polisi dan warga Saudi. Sisanya adalah jama’ah haji dari berbagai negara. Mereka juga menyerbu, menghancurkan, dan membakar toko-toko dan kendaraan-kendaraan beserta orang di dalamnya di Makkah. Tindakan biadab tersebut mencontoh jejak nenek moyang mereka, Qaramithah Rafidhah.
1408 H: Konferensi Islam III yang diadakan oleh Rabithah Alam Islami di Makkah mengeluarkan fatwa kafirnya Ayatollah Khomeini.
1409 H: Orang-orang Rafidhah menyamar sebagai jama’ah haji memasukkan bahan peledak secara sembunyi-sembunyi ke wilayah Makkah. Pda sore tanggal 7 Dzulhijah, mereka meledakkan bom di sekitar masjidil Haram. Seorang jama’ah haji dari Pakistan meninggal akibat ledakan tersebut, sedangkan 16 jama’ah haji lainnya mengalami luka-luka parah. Investigasi aparat keamanan Saudi pada tahun 1410 H membuahkan hasil penangkapan, pengadilan, dan pelaksanaan hukuman mati terhadap 16 orang Rafidhah yang terlibat dalam peledakan tersebut.
1410 H: Pemimpin tertinggi Rafidhah Iran, Ayatollah Khomeini meninggal. Rafidhah Iran telah membangun di atas makamnya bangunan dan ‘Ka’bah’ yang menyerupai Ka’bah di Makkah. Mereka berthawaf di sekeliling Ka’bah Khomeini tersebut[7]


D.PERGOLAKAN SYIAH DI DUNIA

 




[1] https://abangdani.wordpress.com/2012/10/30/sekilas-tentang-rafidhah-dan-pendirinya
[2] Ibid, hal.7

[3] ,Tim Penulis MUI Pusat,Mengenal dan mewaspadai penyimpangan Syiah di Indonesia,hal.30
[4] https://abangdani.wordpress.com/2012/10/30/sekilas-tentang-rafidhah-dan-pendirinya/
[5] Syaikh Abdullah bin Muhammad,menyingkapkesesatan Aqidah Syiah,hal.4
[6] Kumpulan makalah menolak syiah, kumpulan makalah seminar nasional tentang syiah,hal.241
[7]  Hartono Ahmad jaiz,Nab-nabi palsu dan para penyesat umat.hal.246